Kamis, 05 Februari 2015

Karena Allah Saja

Karena Allah Saja

Diskusi suami istri tetanng perilaku anak tiri, Si Bapak punya anak dari istri terdahulu, suatu ketika terjadi permasalahan yang mengakibatkan si Ibu sebagai Ibu tiri merasa sangat tersinggung oleh ucapan si anak tirinya. Waktu berlalu demikian lama sianakpun sudah menyadari kesalahannya namun ia belum meminta maaf secara langsung karena rasa malu, hal ini jadi poin dan catatan buruk. Suatu hari Bapak menceritrakan suatu peristiwa di mana anak tersebut sungguh ia telah menunjukan ucapan dan perilaku yang baik, si Bapak dengan senangnya berceritra bahwa anaknya sudah semakin baik dan dewasa, setidaknya dinilai dari kata-katanya. Si Ibu tidak menanggapi positif perubahan itu, malah ia sampaikan itu adalah bentuk perilaku politis. Bapak sendiri sangatlah yakin bahwa itu memang perilaku yang sebenarnya.

Demikian andai perilaku individu hanya berdasarkan respon positif dari manusia maka yang terjadi seandainya diterima perilakunya maka individu akan meneruskan perilakunya atau mempertahankannya, jika dapat respons negative kemungkinan ia akan berhenti melakukan walaupun perilaku positif atau pada kasus yang lebih parah individu merasa putus asa kemudian ia akan melakukan perilaku negative karena stigma yang sudah melekat ia merasa percuma berperilaku positif. Seperti kasus di atas seanadainya anak tirinya tahu bahwa ia tidak direspons positif malah sebaliknya dianggap politis, pura-pura atau modus, kemungkinan ia akan kembali berprilaku negative setidak khususnya terhadap ibu tirinya. Perilaku yang mengacu pada respons lingkungan adalah reaktif (orang diombang ambing oleh keadaan). Maka diperlukan dasar motivasi perilaku yang kuat agar tidak goyah oleh godaan kurang tepatnya respons manusia terhadap dirinya. Perilaku yang inisiatif penuh dari diri adalah perilaku proaktif.

Di negara maju seperti Jepang kepedulian, senyum, kerajinan, etos kerja yang produktif mereka melakukannya sebagai bagian dari perilakunya. Jika kita sengaja menanyakannya maka mereka akan memberikan jawaban bahwa demikian itu adalah sudah “seharusnya”, dengan kata lain itu adalah perilaku yang berdasar norma, bukan agar mendapat repons yang diharapkan dari orang lain. Lalu tentang tampilan seni, pemilihan model dan selera mereka memutuskannya berdasarkan pilihan alih-alih perintah atau pengaruh otritas orang lain. Senada dengan ini H Romli Affandi pensehat senior berkata,”berbuat baik pada orang lain itu bukan agar orang lain berbuat baik pada kita melainkan karena Alloh sudah mewajibkan demikian ”, dengan kata lain Anda tersenyum pada orang lain mau dibalas senyum atau tidak tetaplah dilakukan dan diulang untuk terus dilakukan. Ternyata prinsip ini sejalan dengan prinsif psikologi humanism, bahwa dasar perilaku manusia adalah Karena norma atau karena pilihan dan keputusannya sendiri.

Perilaku orang iman harus dialamatkan karena Alloh agar berpahala, ini dapat berimplikasi pada diri memiliki kehandalan dalam mempertahankan perilaku khususnya perilaku yang sesuai dengan aturan agama. Hanya Alloh yang sanggup menerima dan menilai perilaku kita tanpa subyektifitas, sekalipun pada orang yang mendurhakainya, ketika ia berperilaku baik tetaplah dinilai baik. Maka jangan lupa niatkan karena Alloh dan niatkan semata untuk ibadah. Dalam menilai orang tidak perlu suuzon apakah ia pura-pura atau tidak. “Barangsiapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu, dan barangsiapa yang beramal shalih maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan).” (QS Ar-Rum [30]: 44).

Tidak ada komentar:

Dialog Antar Umat Beragama Tangkal Perpecahan Anak Bangsa

 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah terus membangun dialog, silaturahim kebangsaan dan penguatan kerukunan umat beragama untuk...