Karena Allah Saja
Diskusi suami istri tetanng perilaku anak tiri, Si Bapak punya anak
dari istri terdahulu, suatu ketika terjadi permasalahan yang
mengakibatkan si Ibu sebagai Ibu tiri merasa sangat tersinggung oleh
ucapan si anak tirinya. Waktu berlalu demikian lama sianakpun sudah
menyadari kesalahannya namun ia belum meminta maaf secara langsung
karena rasa malu, hal ini jadi poin dan catatan buruk. Suatu hari Bapak
menceritrakan suatu peristiwa di mana anak tersebut sungguh ia telah
menunjukan ucapan dan perilaku yang baik, si Bapak dengan senangnya
berceritra bahwa anaknya sudah semakin baik dan dewasa, setidaknya
dinilai dari kata-katanya. Si Ibu tidak menanggapi positif perubahan
itu, malah ia sampaikan itu adalah bentuk perilaku politis. Bapak
sendiri sangatlah yakin bahwa itu memang perilaku yang sebenarnya.
Demikian andai perilaku individu hanya berdasarkan respon positif dari
manusia maka yang terjadi seandainya diterima perilakunya maka individu
akan meneruskan perilakunya atau mempertahankannya, jika dapat respons
negative kemungkinan ia akan berhenti melakukan walaupun perilaku
positif atau pada kasus yang lebih parah individu merasa putus asa
kemudian ia akan melakukan perilaku negative karena stigma yang sudah
melekat ia merasa percuma berperilaku positif. Seperti kasus di atas
seanadainya anak tirinya tahu bahwa ia tidak direspons positif malah
sebaliknya dianggap politis, pura-pura atau modus, kemungkinan ia akan
kembali berprilaku negative setidak khususnya terhadap ibu tirinya.
Perilaku yang mengacu pada respons lingkungan adalah reaktif (orang
diombang ambing oleh keadaan). Maka diperlukan dasar motivasi perilaku
yang kuat agar tidak goyah oleh godaan kurang tepatnya respons manusia
terhadap dirinya. Perilaku yang inisiatif penuh dari diri adalah
perilaku proaktif.
Di negara maju seperti Jepang kepedulian,
senyum, kerajinan, etos kerja yang produktif mereka melakukannya sebagai
bagian dari perilakunya. Jika kita sengaja menanyakannya maka mereka
akan memberikan jawaban bahwa demikian itu adalah sudah “seharusnya”,
dengan kata lain itu adalah perilaku yang berdasar norma, bukan agar
mendapat repons yang diharapkan dari orang lain. Lalu tentang tampilan
seni, pemilihan model dan selera mereka memutuskannya berdasarkan
pilihan alih-alih perintah atau pengaruh otritas orang lain. Senada
dengan ini H Romli Affandi pensehat senior berkata,”berbuat baik pada
orang lain itu bukan agar orang lain berbuat baik pada kita melainkan
karena Alloh sudah mewajibkan demikian ”, dengan kata lain Anda
tersenyum pada orang lain mau dibalas senyum atau tidak tetaplah
dilakukan dan diulang untuk terus dilakukan. Ternyata prinsip ini
sejalan dengan prinsif psikologi humanism, bahwa dasar perilaku manusia
adalah Karena norma atau karena pilihan dan keputusannya sendiri.
Perilaku orang iman harus dialamatkan karena Alloh agar berpahala, ini
dapat berimplikasi pada diri memiliki kehandalan dalam mempertahankan
perilaku khususnya perilaku yang sesuai dengan aturan agama. Hanya Alloh
yang sanggup menerima dan menilai perilaku kita tanpa subyektifitas,
sekalipun pada orang yang mendurhakainya, ketika ia berperilaku baik
tetaplah dinilai baik. Maka jangan lupa niatkan karena Alloh dan niatkan
semata untuk ibadah. Dalam menilai orang tidak perlu suuzon apakah ia
pura-pura atau tidak. “Barangsiapa yang kafir maka dia sendirilah yang
menanggung (akibat) kekafirannya itu, dan barangsiapa yang beramal
shalih maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang
menyenangkan).” (QS Ar-Rum [30]: 44).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar