Faham Keagamaan
Tadi malam saya melakukan dialog dengan seorang penderita gangguan
jiwa, target dialog meningkatkan kesadaran klien dan pengendalian diri
(penguatan ego). Seorang yang menderita gagnguan jiwa dengan tanda yang
dominan waham keagamaan. Sebelumnya saya telah melakukan anamnesa pada
keluarganya tentang alaan klien tidak melakukan solat , jawabannya
karena ia sudah ma’ripat pada Alloh,
jadi tak perlu solat lagi demikian keterangan dari keluarga.
Adapun
perilaku klien sebelum jatuh sakit adalah ia seorang yang rajin
mengaji, suka melakukan puasa sunah Nabi Daud, selalu berzikir, baik
dengan sesama dikenal sebgai orang ramah dan suka menolong sesama.
Gangguan jiwa ini didahului peristiwa ia melakukan pinjaman bank yang
lumayan besar untuk ukuran beliau, satu bulan setelah transaksi pinjaman
ke bank konvensional, tiba-tiba saja ia ingin pergi kesuatu tempat
untuk meminta bantuan meringankan gejala yang ia rasakan aneh pada
dirinya, di tengah perjalanan tiba-tiba ia tidak dapat mengendalikan
diri dengan berteriak-teriak mengganggu penumpang yang lain, ahirnya
sopir menurunkan beliau beserta istrinya di tepian jalan, oleh
masyarakat setempat dilakukan pertolongan berupa jampi-jampi dari
seorang ustad dan amukan klien mereda.
Waktu berjalan dan upaya pengobatan dilakukan oleh keluarga, ada perbaikan ia tidak lagi selalu bepergian dari rumah, dan mulai berkomunikasi secara nyambung. Ada kebiasaan baru setelah itu yaitu klien jadi suka merokok, tidak mau solat, tidak mau berjikir, tidak mampu mengucapakan kalimat toyibah dan membaca Al-Quran. Aktivitas dan produktivitas menurun drastis, ia lebih asik dengan gerakan-gerakan tubuh yang tidak terkontrol, diam melamun dan kadang tertawa sendiri (tanda halusinasi). Pada kesempatan saya mengkaji untuk melakukan terapi perilaku, saya tanyakan alasan ia tidak melakukan solat, ia menjelaskan bahawa ia tak perlu solat lagi karena ia telah bertemu dengan Nabi, dengan Siti Fatimah dan bahkan ia telah bertemu dengan Alloh. Ia menyatakannya dengan sangat yakin bahwa ia mengalami secara nyata. Dalam hati saya, inilah yang dimaksud dengan waham keagamaan (keyakinan yang salah tanpa dasar dalil dan referensi, walaupun ia merasakannya sebagai nyata). Dampak perilaku yang lain adalah ia meremehkan kehadiran terapis baik itu medis maupun spiritualis, hal ini saya analisis kemungkinan karena merasa lebih tinggi, ia pernah bertemu Nabi dan Alloh yang lain adalah manusia biasa. Ganaguan keyakinan atau isi pikir yang salah atau waham keagamaan ini yang cukup mendominasi dirinya untuk sulit berkooperatif dengan terapis dan interaksi dengan orang disekitarnya. Sayapun membuka pemikirannya dengan beberapa pertanyaan sekitar kedekatan ia pada Alloh, mengapa ia tidak dapat menyebut nama Alloh dan mengucapkan kalimat toyibah padahal ia mengaku pernah bertemu Alloh untuk pertanyaan ini ia tak dapat menjawabnya, apakah larangan Alloh membahagiakan anak dan istri serta keluarga yang lain, inipun ia terdiam. Selanjutnya saya sampaikan bahwa ukuran itu ada di luar berupa norma kehidupan, dalil-dalil dan kebiasaan umum manusia. Anjuran saya jika Anda merasa istimewa silahkan itu adalah asli perasaan Anda namun orang lain dan saya disini tidak merasakannya, karena itu perilaku Anda tidak sesuai dengan perilaku umum dan aturan norma yang ada, demikian juga keyakinana Anda. Sampai disini sayapun ingat tentang bahayanya riba, Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Hal itu karena mereka mengatakan, bahwasanya jual beli itu adalah seperti riba.
Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba. Maka barangsiapa yang telah datang padanya peringatan dari Allah SWT kemudian ia berhenti dari memakan riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya terserah keapda Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. ( QS. Al-Baqarah 275
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW berkata, ‘Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan !’ Para sahabat bertanya, ‘Apa saja tujuh perkara tersebut wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba, mamakan harta anak yatim, lari dari medan peperangan dan menuduh berzina pada wanita-wanita mu’min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat. (Muttafaqun Alaih).
Dari Jabir ra berkata, bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberikannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau berkata, mereka semua adalah sama. (HR. Muslim)
Allah SWT berfirman dalam QS. 2 : 278 – 279 ; “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan seluruh sisa dari riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Alla hdan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”
Semoga jadi nasihat yang bermanfaat.
Waktu berjalan dan upaya pengobatan dilakukan oleh keluarga, ada perbaikan ia tidak lagi selalu bepergian dari rumah, dan mulai berkomunikasi secara nyambung. Ada kebiasaan baru setelah itu yaitu klien jadi suka merokok, tidak mau solat, tidak mau berjikir, tidak mampu mengucapakan kalimat toyibah dan membaca Al-Quran. Aktivitas dan produktivitas menurun drastis, ia lebih asik dengan gerakan-gerakan tubuh yang tidak terkontrol, diam melamun dan kadang tertawa sendiri (tanda halusinasi). Pada kesempatan saya mengkaji untuk melakukan terapi perilaku, saya tanyakan alasan ia tidak melakukan solat, ia menjelaskan bahawa ia tak perlu solat lagi karena ia telah bertemu dengan Nabi, dengan Siti Fatimah dan bahkan ia telah bertemu dengan Alloh. Ia menyatakannya dengan sangat yakin bahwa ia mengalami secara nyata. Dalam hati saya, inilah yang dimaksud dengan waham keagamaan (keyakinan yang salah tanpa dasar dalil dan referensi, walaupun ia merasakannya sebagai nyata). Dampak perilaku yang lain adalah ia meremehkan kehadiran terapis baik itu medis maupun spiritualis, hal ini saya analisis kemungkinan karena merasa lebih tinggi, ia pernah bertemu Nabi dan Alloh yang lain adalah manusia biasa. Ganaguan keyakinan atau isi pikir yang salah atau waham keagamaan ini yang cukup mendominasi dirinya untuk sulit berkooperatif dengan terapis dan interaksi dengan orang disekitarnya. Sayapun membuka pemikirannya dengan beberapa pertanyaan sekitar kedekatan ia pada Alloh, mengapa ia tidak dapat menyebut nama Alloh dan mengucapkan kalimat toyibah padahal ia mengaku pernah bertemu Alloh untuk pertanyaan ini ia tak dapat menjawabnya, apakah larangan Alloh membahagiakan anak dan istri serta keluarga yang lain, inipun ia terdiam. Selanjutnya saya sampaikan bahwa ukuran itu ada di luar berupa norma kehidupan, dalil-dalil dan kebiasaan umum manusia. Anjuran saya jika Anda merasa istimewa silahkan itu adalah asli perasaan Anda namun orang lain dan saya disini tidak merasakannya, karena itu perilaku Anda tidak sesuai dengan perilaku umum dan aturan norma yang ada, demikian juga keyakinana Anda. Sampai disini sayapun ingat tentang bahayanya riba, Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Hal itu karena mereka mengatakan, bahwasanya jual beli itu adalah seperti riba.
Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba. Maka barangsiapa yang telah datang padanya peringatan dari Allah SWT kemudian ia berhenti dari memakan riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya terserah keapda Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. ( QS. Al-Baqarah 275
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW berkata, ‘Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan !’ Para sahabat bertanya, ‘Apa saja tujuh perkara tersebut wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba, mamakan harta anak yatim, lari dari medan peperangan dan menuduh berzina pada wanita-wanita mu’min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat. (Muttafaqun Alaih).
Dari Jabir ra berkata, bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberikannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau berkata, mereka semua adalah sama. (HR. Muslim)
Allah SWT berfirman dalam QS. 2 : 278 – 279 ; “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan seluruh sisa dari riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Alla hdan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”
Semoga jadi nasihat yang bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar