Perkembangan Politik Sebelum Orde Baru

Perkembangan Politik Sebelum Orde Baru

demokrasi orde lama
Keadaan Negara Indonesia pada masa 27 desember 1949 s/d 17 agustus 1950
Pada kurun waktu 7 bulan sepuluh hari ini, tak banyak peristiwa yang berarti, Negara Indonesia tidak lagi berbentuk Negara kesatuan melainkan menjadi Negara serikat yang liberalistis ( parlementer ). Semangat persatuan bangsa Indonesia masih kuat maka pada tanggal 17 agustus 1950 bentuk pemerintahan Negara berubah lagi menjadi Negara kesatuan republic Indonesia dan undang-undang dasarnyapun ganti lagi dengan UUD semnetara 1950 dengan sistem pemerintahan parlementer.
Peristiwa dan keadaan Negara Indonesia sejak tanggal 17 agustus 1950 s/d 5 juli 1959
Penyelenggaraan pemerintah Negara berdasarkan UUD sementara 1950 yang bersifat parlementer, jadi system yang digunakan system pemerintahan liberal sampai tahun 1959 terjadi 7 kali ganti cabinet ( susunan menteri-menteri di bawah pimpinan perdana menteri ) yang berarti pemerintahan pada saat itu mudah di jatuhkan oleh mosi tidak percaya dari DPR. Dalam kondisi dimana cabinet sering diganti, banyak peristiwa pemberontakan terjadi dan upaya pembunuhan terhadap presiden Soekarno di Cikini Jakarta.
Peristiwa dewan banteng, pemberontakan PRRI / Permesta mewarnai bergulirnya penyelenggaraan pemerintah  pada saat itu. Hal-hal yang positif juga terjadi antara lain : Konferensi Asia Afrika tanggal 18 april 1955 di bandung. Gerakan pembebasan Irian Barat dengan pembentukan Fron Nasional Pembebasan Irian Barat pada tanggal 10 Februari 1958.
Sementara itu partai-partai politik saling mempertahankan eksistensinya bila perlu dengan menghancurkan partai politik lawan dengan berbagai cara dan siasat. Masing-masing partai politik hanya memikirkan kehidupan partainya. Pada tanggal 29 september 1955 Pemilihan Umum untuk keanggotaan DPR. Tanggal 15 Desember 1955 diadakan pemilihan umum untuk memilih anggota konstituante.
Tanggal 10 november 1956 anggota konstituante dilantik selanjutnya beberapa kali bersidang sampai terakhir pada tanggal 2 juni 1959. Konstituante gagal melaksanakan tugas, terdapat 3 kutub ideology yang masing-masing tak dapat menerima ideologi yang lain yaitu : Kubu Kebangsaan, Kubu Agama, Kubu Demokrasi Sosial Ekonomi. Konstituante bubar dengan lahirnya Dekrit Presiden pada tanggal 5 juli 1959 yang menetapkan pembubaran Konstituante, menetapkan UUD 1945 berlaku lagi dan tidak berlakunya UUDS 1950 serta pembentukan MPRS dan DPAS.
Peristiwa penting antara tanggal 5 juli 1959 s/d 11 maret 1966
Menurut dekrit presiden 5 juli 1959 penyelenggaraan pemerintah Negara sewajibnya sesuai dengan UUD 1949 apa adanya. Dalam prakteknya banyak pelanggaran terjadi antara lain :
Tahun 1960 pembubaran DPR hasil pemilu 1955 oleh presiden karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan pemerintah. Menurut UUD 1945 MPR  dan DPA dibentuk harus berdasarkan Undang-Undang, tetapi dalam praktek cukup dengan penetapan presiden saja. Pertentangan politik makin tajam adanya Nasakom sebagai perasan pancasila.
Politik luar negeri tidak bebas aktif lagi, tetapi memihak salah satu blok dari dua blok yang bertentangan, setelah dibentuknya Poros Djakarta – Peking – Pyong Yang, hal tersebut terjadi merupakan salah satu akibat perkembangan politik di dalam negeri, pertentangan antara kutub-kutub politik di Indonesia makin memuncak dan menajam, kaum komunis lebih mendapat angin dari puncak pemerintahan saat itu, sehingga dapat lebih bebas bergerak menyusun kekuatan, baik eksistensi politik maupun kekuatan militer, partai Murba dibubarkan meski sama-sama partai kiri setelah membocorkan rencana pemberontakan PKI kepada Bung Karno, tetapi DN Aidit dapat menyakinkan presiden bahwa dokumen PKI itu bohong, partai-partai lain yang tidak sealiran dihancurkan dari luar dan dalam, contoh Ir. Surahman tokoh CGMI dapat menjadi sekjen bahkan ketua PNI ( PNI ASU ), bersama-sama dengan Mr. Ali Sastroamijoyo memecati tokoh-tokoh pendiri PNI. Ideologi komunis menyusup ke segala unsur pemerintahan termasuk ABRI. Kemudian orang-orang PKI mengadakan berbagai gerakan aksi sepihak sebagai test case atau uji coba kekuatan.
Mulai tahun 1964 pimpinan PKI dalam pidatonya sudah member tanda bahwa PKI akan berontak yang oleh bangsa Indonesia baru disadari kemudian. Puncak pertentangan politik tersebut adalah pada tanggal 30 september 1965, PKI berontak mengadakan Coup d’etat untuk kedua kalinya selama Republik kita ini berdiri dan dapat digagalkan oleh ABRI dan rakyat.
Bung karno sebagai presiden RI tak berkehendak membubarkan PKI meskipun rakyat menuntutnya dipelopori oleh KAMI dan KAPPI dengan Trituranya yang intinya adalah :
a.    Bubarkan PKI
b.    Bersihkan Kabinet dari unsure-unsur G 30 s/PKI
c.    Turunkan harga-harga
Akibat pemberontakan PKI tersebut situasi politik dan keamanan sangat rawan, untuk itu pangkostrad Mayjen TNI Soeharto yang oleh presiden Soekarno pada tanggal 3 oktober 1965 diberi tugas untuk melaksanakan pemulihan keamanan dan ketertiban, pada tanggal 1 november 1965 juga sebagai Panglima operasi pemulihan keamanan dan ketertiban.
Pada tanggal 11 maret 1966 Kabinet Dwikora mengadakan sidang paripurna di istana Negara, tetapi sidang tidak berlangsung lama karena presiden soekarno dengan pertimbangan keamanan segera meninggalkan sidang, tindakan itu diikuti oleh Waperdam Dr. Soebandrio dan Waperdam Dr. Chairul Saleh yang bersama-sama presiden segera menuju istana bogor dengan helicopter. Sidang kemudian ditutup oleh waperdam II Dr. J. Leimena yang kemudian juga menyusul ke istana bogor dengan menggunkan kendaraan mobil. Di istana bogor setelah membahas situasi bersama 3 perwira tinggi ( Brigjen Amir Mahmud, Bigjen TNI M. Jusuf dan Mayjen TNI Basuki Rachmat ), presiden Soekarno memerintahkan Brigjen TNI Sobur dan Men Tjakbirawa, untuk membuat konsep surat perintah bagi Letjen TNI Soeharto, konsep surat tersebut lalu dibahas oleh presiden soekarno bersama para Waperdam dan perwira tinggi TNI AD yang ada saat itu, kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah 11 maret 1966 atau di singkat SUPERSEMAR.
Adapun isi surat perintah tersebut antara lain : adalah agar Letjen TNI Soeharto atas nama presiden/pangti ABRI mengambil segala tindakan yang di anggap perlu untuk menjamin keamanan dan ketertiban jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia, serta menjamin keselamatan presiden demi keutuhan bangsa dan Negara republic Indonesia dengan mengadakan koordinasi bersama panglima angkatan lain.
Berdasarkan kewenangan yang bersumber pada supersemar dengan menimbang masih adanya kegiatan sisa G 30 S/PKI, pada tanggal 12 maret 1966 Letjen TNI Soeharto atas nama presiden/pangti ABRI/Mandataris MPRS/PBR No. 1/3/1966 membubarkan PKI dan organisasi yang bernaung dan berlindung di bawahnya, serta menyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Negara republik Indonesia. Kurun waktu mulai 5 juli 1959 sampai dengan 11 maret 1966 ini kemudian disebut masa orde lama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewajiban Bersyukur

Tri Sukses Generus LDII

Perjalanan Ibadah Tawaf dan Umroh