Mencari Jejak Air di Gunungkidul

Mencari Jejak Air di Gunungkidul

Mencari Jejak Air di Gunungkidul

Proyek Pengeboran dan Pemompaan Goa Bribin, Mencari Jejak Air di Gunungkidul
Sahabat LDII Kediri, Saking banyaknya gua di sana, tak salah kalau Gunung Sewu menyebut dirinya sebagai daerah selain dengan ribuan gunung juga dengan ribuan gua. Di dalamnya mengalir sungai-sungai bawah tanah, sebagai penyimpan cadangan air di kala kemarau melanda. Dan timbulnya teknologi pemanfaatan air tanah, serta kesadaran penduduk untuk menjaga lingkungan. Ujung yang terpenting dari semua itu adalah rasa damai yang tetap terjaga karena tercukupinya kebutuhan dasar hidup manusia.
Melihat daerah Gunung Sewu sebagai salah satu contoh kasus daerah rawan air menimbulkan tanda tanya besar, tentang bagaimana cara mereka memperoleh air bersih dalam usaha mempertahankan hidup. Apalagi kawasan ini terkenal sebagai satu bagian daerah gamping terbesar yang ada di tanah Jawa. Dengan luas daratan mencapai 1.419,44 km2, daerah ini membujur mulai dari batas timur DIY Yogyakarta hingga batas timur Pacitan, Jawa Timur.

Kebanyakan sifat kawasan gamping lebih berongga daripada jenis batuan lain. Air yang jatuh di atasnya akan langsung lolos melewati rekahan-rekahan lapisan batuan tersebut. Hingga kemungkinan mengharapkan adanya cadangan tampungan air di permukaan tanah menjadi minimal di daerah seperti ini.

Sifat batuan seperti itulah yang membuat banyak terdapat aliran air bawah tanah di daerah ini. Sama juga seperti aliran air sungai di permukaan, aliran air di bawah tanah ini akan terakumulasi juga ke dalam sebuah pola aliran melewati lorong-lorong gelap membentuk sungai bawah tanah.

Dan tiap musim kemarau tiba, akan timbul masalah karena hilangnya aliran sungai di permukaan. Air yang dimiliki sungai permukaan tanah kebanyakan merembes melalui rekahan batuan gamping, menuju gua bawah tanah.

Sebenarnya contoh pemanfaatan teknologi untuk memaksimalkan pemanfaatan air tanah ini cukup banyak adanya. Apalagi di daerah kawasan karst Gunung Sewu. Mungkin yang paling kencang terdengar adalah pemanfaatan air tanah di gua Bribin dan Baron di Gunungkidul.
Pemanfaatan air tanah di kawasan tersebut ternyata cukup mencengangkan manfaatnya. Bayangkan saja sistem air di gua ini bisa mencapai 5.684 liter air per detik. Yang kalau dihitung secara kasar bisa mencukupi kebutuhan air untuk jutaan jiwa per harinya.

”Jika saja 1 liter per detik cukup untuk mencukupi kebutuhan 1.000 orang per hari, maka dari sistem Bribin-Baron saja cukup untuk lima juta jiwa!” ucap Bambang Soenarto yang bekerja di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Sumber Daya Air di Bandung.
Sistem Bribin-Baron ini tidak sendirian. Masih ada lagi gua-gua lain yang dialiri sungai bawah tanah cukup besar, bertebaran di kawasan Gunung Sewu yang berada dalam wilayah Kebupaten Gunungkidul.

Misalnya gua Jomblang di desa Karangasem, Kecamatan Ponjong. Yang termanfaatkan baru sedikit sekali, sekitar dua liter per detik. Yaitu di lorong bagian atas saja, dan hanya kurang dari 25 meter di bawah permukaan tanah. Padahal jauh di bawah sana, di kedalaman sekitar 130 meter, terdapat aliran yang jumlah debitnya puluhan kali lipat. Dan dari penelitian, diketahui bahwa akhirnya aliran di gua ini juga melewati gua Bribin. Gua Ngobaran di desa Kanigara, Kecamatan Saptosari, mensuplai 68.700 jiwa dengan memanfaatkan 70 liter/detik saja, itu pun memang tidak semuanya dimanfaatkan.

Seperti layaknya sungai permukaan, sungai bawah tanah juga memiliki Daerah Tangkapan Air dan Daerah Aliran Sungai. Usaha-usaha pelestarian sungai bawah tanah ini dilaksanakan dengan menyentuh aspek pelestarian kuatintas dan kualitas air (mikrobiologis dan fisiolimianya).
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap jumlah air yang dapat disimpan dan lama waktu tinggal (residence time). Di permukaan, faktor yang berpengaruh adalah tanaman penutup, tanah penutup, dan bentuk lahan. Faktor lain adalah jenis batu gamping, luas sebaran dan ketebalan batu gamping. Dari uraian tersebut di atas satu usaha perbaikan yang menyentuh satu atau keseluruhan faktor, diharapkan akan memberikan hasil akhir yaitu mempertahankan atau menambah jumlah air di bawah permukaan dan mempertinggi angka residence time air.

Proyek Goa Bribin
KEBERADAAN proyek pengeboran dan pemompaan air Goa Bribin, atau Proyek Bribin II di Goa Bribin, Dusun Sindon, Desa Dadapayu, Kecamatan Semanu, Gunungkidul, yang tengah berlangsung, memberi secercah harapan bagi masyarakat Gunung Kidul.

Pengeboran secara vertikal dilaksanakan menggunakan mesin bor M-862 M VSM 2500 berdiameter 2,4 meter. Diperkirakan, pengeboran akan mencapai kedalaman 102 meter, hingga menyentuh langit-langit Goa Bribin. Pengeboran dilanjutkan dengan membendung sungai bawah tanah, dan penempatan turbin yang berfungsi memompa air sungai bawah tanah.

Proyek pengeboran dan pemompaan air Bribin merupakan kerjasama Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pemerintah Provinsi DIY, Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia melalui Riset Unggulan Terpadu Internasional (RUTI), dengan Pemerintah Jerman (Federal Ministry of Education Research), Universitat Karlsruhe- Jerman, dan perusahaan Herrenknecht Aktien Gesellschaft (AG) Schwanau asal Jerman.

Perangkat pengeboran dan pemompaan air di Bribin yang bernilai sekitar Rp 70 miliar merupakan sumbangan Pemerintah Jerman, bekerjasama dengan Universitas Karlsruhe- Jerman. Alat-alat penunjang pengeboran, di antaranya mesin pengangkut (tower crane), generator set, dan pelapis baja, disumbangkan Pemerintah Indonesia dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Koordinator tim teknis Proyek Bribin II As Natio Lasman menjelaskan, turbin dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik, sekaligus memompa air hingga kapasitas 138 liter per detik. Selanjutnya, air ditampung pada tandon (reservoir), dan dialirkan bersama air dari Proyek Bribin I yang debitnya 80 liter per detik.

Kini, warga Gunungkidul banyak berharap pada keberhasilan proyek Bribin II. Warga berharap, proyek bernilai miliaran rupiah tersebut dapat mengalirkan air ke jaringan pipa milik warga yang selama ini tidak terisi air. Lebih dari itu, warga berharap tidak lagi terbebani biaya pembelian air dari tangki yang relatif mahal. "Kalau air dari Bribin nanti mengalir, insya Allah pipa bisa mengalirkan air lagi. Jadi, warga tidak terus-menerus kesulitan air di musim kemarau," harap Bariah, warga Dusun Candisari.

Pertanyaannya, mampukah pasokan air dari Proyek Bribin II memenuhi harapan sebagian besar warga Gunungkidul untuk mencukupi kebutuhan air? Kepala Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Provinsi DIY mengakui, pasokan air dari Proyek Bribin II tak akan disalurkan merata untuk seluruh warga Gunungkidul. Menurut rencana, air sungai bawah tanah itu hanya untuk lima kecamatan yang telah memiliki jaringan air.

Dijelaskan, air dari Bribin akan disalurkan untuk warga yang memiliki pipa jaringan air pada lima kecamatan di sekitar Bribin, yaitu Kecamatan Semanu, Kecamatan Karangmojo, Kecamatan Ponjong, Kecamatan Tepus, dan Kecamatan Rongkop. "Bagaimanapun, ini kan proyek uji coba dari Jerman. Saat ini, kami masih memfokuskan agar air bisa dipompa keluar. Kalau air keluar, sasaran awal pasokan air adalah lima kecamatan yang telah punya jaringan air, supaya penyaluran air lebih mudah," jelasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewajiban Bersyukur

Tri Sukses Generus LDII

Perjalanan Ibadah Tawaf dan Umroh