Transparansi di Era Digital

Transparansi di Era Digital

era digital wikipedia
Sahabat LDII Kediri, Proses pengadilan dugaan suap dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terus bergulir. Selain Urip Tri Gunawan, kasus ini juga menyeret tiga pejabat Eselon I Kejaksaan Agung. Dugaan keterlibatan ketiganya merupakan pengembangan kasus BLBI yang diperkuat oleh rekaman percakapan telepon mereka dengan Artalyta Suryani alias Ayin. Di persidangan, rekaman itu diperdengarkan.

Di Indonesia, penggunaan rekaman dalam mengungkap suatu kasus hukum masih tergolong baru. Efektifitasnya pun belum banyak dirasakan. Sejauh ini, penggunaan rekaman bukan jerat langsung, tetapi hanya sebagai indikasi keterlibatan seseorang dalam sebuah kasus hukum. Untuk membuktikannya, pemeriksaan harus tetap dilakukan karena terdakwa bisa saja mengelak. Dalam kasus dugaan suap BLBI, misalnya, Urip berkali-kali mengelak saat ditanya apakah dalam rekaman percakapan telepon itu adalah suaranya.
Terobosan ini harus disambut baik. Komitmen Pemerintah untuk memberantas korupsi harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat, termasuk penggunaan rekaman percakapan telepon dan rekaman audio visual. Sudah saatnya teknologi menjadi elemen penting dalam upaya penegakan hukum di negara ini, terutama untuk kasus yang bersifat investigatif. Saat ini, teknologi telah menjadi kebutuhan primer dan bagian yang tak terpisahkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Jerat Rekaman

Kasus itu menarik untuk menjadi renungan bahwa setiap orang harus dapat mempertanggungjawabkan segala perbuatan dan ucapannya di hadapan publik. Apalagi di era perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (information and communication technology / ICT)  atau biasa disebut sebagai era konvergensi media saat ini, dimana segala bentuk arsip tersimpan dengan baik secara digital, termasuk SMS, percakapan telepon, dan email.

Konvergensi media memberikan kesempatan baru yang radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi, dan pemrosesan seluruh bentuk informasi, baik yang bersifat visual, audio, data, dan sebagainya (Preston, 2001). Perkembangan ICT juga memungkinkan kita bisa mengakses internet dari mana saja, termasuk kafe maupun taman, secara nirkabel.

Tak heran jika segala tingkah laku dan ucapan seorang pejabat publik akan terekam dengan baik secara digital. Arsip atau rekaman digital itu juga sangat mudah dikopi atau dikloning. Apabila tersimpan di internet, arsip-arsip itu akan dengan mudah diunduh (download) dan disimpan oleh orang lain. Sama halnya dengan Wiranto yang menyimpan arsip berita website Presiden pada tanggal 21 Mei 2008 yang berjudul “Pemerintah Tidak Akan Naikkan Harga BBM”.

Era kebebasan pers dan kebebasan berekspresi saat ini juga membuat media semakin berkembang dan jumlahnya semakin banyak. Artinya, institusi atau lembaga yang akan merekam dan menyimpan arsip digital yang berisi tingkah laku dan ucapan para pejabat publik akan semakin banyak. Arsip-arsip itu akan menjadi bukti otentik ketika terjadi masalah yang terkait dengan perilaku atau ucapan pejabat publik tadi.

Bukan saja pejabat publik, bahkan masyarakat biasa pun dapat terjerat dengan bukti rekaman dari media itu. Dalam kasus penganiyaan terhadap seorang perwira polisi di depan kampus Universitas Moestopo beberapa waktu lalu, misalnya, bukti terjadinya penganiayaan itu diperoleh melalui rekaman visual dari wartawan televisi. Begitu juga skandal asmara yang melibatkan beberapa anggota dewan, terungkap berkat rekaman digital yang menyebar dengan cepat dan mudah.

Rekam Jejak
Urusan rekam jejak juga sudah memasuki semua ranah publik dengan perkembangan teknologi berupa Radio Frequency Intruder Detection atau Radio Frequency Identification (Rafid). Teknologi ini menawarkan perlindungan lengkap pada sebuah barang atau benda. Dasar teknologi ini adalah labeling dengan menggunakan frekuensi radio. Dengan teknologi ini kita tidak perlu lagi khawatir sebuah barang, misalnya produk dari supermarket, akan kecurian. Karena setiap barang atau produk yang melewati batas tertentu akan membuat alarm berbunyi.

Teknologi Rafid memudahkan manusia untuk berinteraksi dan mengontrol barang (logistik), kendaraan, dan bahkan manusia itu sendiri. Apabila dikawinkan dengan Internet Protocol versi 6 unlimeted (IPv6), Rafid yang saat ini banyak digunakan di Korea menjadi sangat membantu mengontrol barang yang apabila berada dalam lokasi hotspot atau wilayah coverage wireless lainnya dapat dideteksi.
Dengan demikian maka cerita “barang hilang” menjadi lagu lama sebab tidak ada barang yang tidak dapat terdeteksi ketika menggunakan Rafid. Apabila disertai dengan Global Positioning System (GPS) yang memanfaatkan sinyal satelit atau Wi-max yang memungkinkan akses internet dengan radius 50 kilometer, teknologi Rafid dapat mengontrol posisi anak-anak kita yang berada di luar rumah. Bahkan suami dan isteri pun dapat saling mengontrol.

Sebaliknya bila orang tua di luar rumah dapat mengontrol keadaan anak-anak dan isi rumah melalui kamera yang terpasang di tempat tertentu dan setiap saat dapat dikontrol selama 24 jam dimana pun kita berada, bahkan ketika berada di luar negeri. Teknologi Rafid yang digabungkan dengan GPS dan WiMAX ibarat mata raksasa yang akan menjadi pengawas mobilitas manusia maupun barang.

Era digital akan membuat seseorang berpikir dua kali untuk berbohong atau ingkar janji. Apalagi bagi seorang pejabat publik karena semua jejaknya, baik itu perbuatan maupun ucapan, akan selalu direkam oleh media. Maka era digital akan menjadi panggung proses politik yang akan melahirkan pemimpin yang trackrecord-nya jelas, jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Hal ini tentu akan menstimulasi proses pendidikan politik, rekrutmen politik, dan agregat politik guna mewujudkan demokrasi yang substansial dan beradab.
Oleh: M. HIDAYAT NAHWI RASUL
Ketua Forum Telematika Kawasan Timur Indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewajiban Bersyukur

Tri Sukses Generus LDII

Perjalanan Ibadah Tawaf dan Umroh