Sang Pengentas Kemiskinan

Sang Pengentas Kemiskinan

strategi pengentasan kemiskinan
Sahabat LDII Kediri, Joseph Schumpeter (8 Februari 1883 - 8Januari 1950) adalah ekonom dan ahli politik berkebangsaan Ceko. Teori-teori ekonominya boleh dibilang alternatif dari teori-teori ekonomi yang memuja-muja pertumbuhan ekonomi – yang memungkinkan menciptakan kesejahteraan rakyat.

Schumpeter berada di barisan lain. Dia tak percaya teori pertumbuhan ekonomi yang menggunakan pendekatan makro ekonomi. Di mana pertumbuhan ekonomi hanya ditinjau dari faktor modal, tenaga kerja, dan teknologi yang menghasilkan produk. Masalahnya, adalah ketika produksi kian besar dan kian menyejahterakan suatu bangsa, benarkah terjadi pembagian secara merata.
Sampai di sini, kita tak gegabah memutuskan Schumpeter berada di barisan ekonom sosialis, dengan Karl Marx berposisi sebagai guru besar. Di awal abad 20, pertarungan antara kapitalisme dan sosialisme berjalan ketat, dan Schumpeter menempatkan diri pada posisi abu-abu. Dia mendukung pertumbuhan ekonomi, dia juga pencetus pembangunan ekonomi berbasis sosial.

Katanya, ketika kesejahteraan tak merata meski pertumbuhan ekonomi bagus, dia mensyaratkan adanya aktor-aktor yang berpikir sosialis. Sang aktor mampu mengentaskan kemiskinan yang terjadi di daerah sekitarnya. Inilah yang dilakukan Muhamad Yunus di Bangladesh dan Kyai Fuad Affandi di pelosok Rancabali, Bandung (Baca: Nuansa Utama).

Lantas apa salahnya dengan kapitalisme, ketika semua orang ingin sejahtera? Tentu tak ada. Namun kesejahteraan yang merata itulah yang membawa berkah. Mungkin saat Anda membaca tajuk ini, Anda adalah seorang pengusaha muda sukses, memiliki ratusan pekerja yang bergantung pada gaji Anda tiap bulannya. Namun, kalau ekonomi sedang naik turun atau katakanlah apes. Anda bisa saja selamat lantaran punya jaminan bagus dalam bentuk asuransi kesehatan dll, sementara bagaimana pekerja Anda, atau katakanlah cleaning service perusahaan? Mereka hidup tanpa jaminan sosial dari negara.

Dalam keadaan krisis, negeri ini butuh orang-orang inovatif yang bekerja tulus, bukan hanya sekadar menciptakan lapangan kerja, namun juga mendorong orang untuk memiliki bisnis sendiri dalam skala kecil. Mereka bisa menjadi pemasok kebutuhan sebuah produksi. Sebut saja misalnya, Indofood yang membuat pola-pola kemitraan dengan petani lombok dan bawang. Atau seorang pengusaha sepeda di Sidoarjo Jawa Timur yang mendorong karyawannya untuk menjadi suplier untuk jok sampai baut.

Pola yang bagus juga dilakukan oleh anak-anak muda LDII di Bandung Utara, sebagai basis mahasiswa, justru mereka merasa belum berbuat sesuatu untuk LDII Bandung. Makanya mereka menghelat sebuah event Young Entrepreneur Expo, yang mempertemukan produsen, pemasok, dan penjual. Dengan demikian apa yang mereka lakukan adalah menjembatani terjadi pemerataan kesejahteraan di antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar.

Dengan kata lain, sukes seorang entrepreneur sosial adalah mampu mendorong orang untuk disiplin dalam berbisnis, bila modalnya dari pinjaman dia disiplin dalam pembayaran juga dalam bekerja. Mampu mematuhi batas waktu permintaan dan jumlah. Dia juga harus mendorong masayarakat yang dibinanya untuk jujur dalam berbisnis, misalnya tak korupsi perihal laporan keuangan, atau mencampurkan barang kualitas rendah dengan yangbaik yang tujuannya hanya untuk keuntungan sesaat.

Sikap lain, seorang entrepreneur sosial juga mampu mendorong seseorang untuk tekun, sabar dalam melampau berbagai kegiatan bisnis. Dan yang utama adalah mampu menciptakan inovasi-inovasi produk, sehingga masyarakat di sekitarnya juga turut dalam inovasi tersebut. Dengan demikian, tercioptalah masyarakat yang sejahtera. Dengan demikian, Indonesia dengan penduduk 220 juta butuh sebanyak-banyaknya entrepreneur sosial. Agar angka-angka laporan statistic mengenai pertumbuhan ekonomi bangsa benar-benar merata, bukan sekadar indah di telinga namun tak sebagus kenyataan di lapangan.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewajiban Bersyukur

Tri Sukses Generus LDII

Perjalanan Ibadah Tawaf dan Umroh