Pilkada dan Calon Perseorangan

Pilkada dan Calon Perseorangan

Pengertian Pilkada
Sahabat LDII Kediri, Menarik mencermati tulisan AJ Susmana, alumnus Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, di Harian KOMPAS 4 Februari 2008. Indonesia tengah memasuki babak baru dalam politik kepemimpinan daerah, yaitu dengan dibukanya saluran independen atau calon perseorangan untuk memilih kepala daerah di tingkat I dan II. Tidak menutup kemungkinan, pencalonan presiden dan wakil presiden pun akan semakin didesakkan dari calon independen sebagai wujud pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Arief Budiman menyatakan perlunya Undang-Undang (UU) Pemilu menampung kemungkinan calon presiden/wakil presiden independen yang tidak dari partai politik (”Calon Independen Presiden RI”, Kompas, 24/7/2002). Di sini, calon independen atau calon perseorangan dalam pencalonan kepala daerah tak perlu melewati saluran lama yang hanya menggunakan satu pintu, yaitu melalui partai-partai yang memiliki kursi di DPRD, cukup melalui dukungan masyarakat.

Langkah politik yang maju ini, dalam arti lebih demokratis, harus diapresiasi, terlebih sebelumnya juga sudah diloloskan UU pemilihan langsung dari ketua RT sampai presiden.
Dengan munculnya peluang calon perseorangan untuk maju, peluang untuk memajukan calon-calon yang dianggap pantas untuk rakyat terbuka lebar, terlebih saat rakyat mulai tidak percaya dengan tingkah-polah partai-partai yang sementara ini masih didukung rakyat, tetapi justru program-program politik kepemerintahannya sering tak sesuai dengan harapan rakyat. Kondisi inilah yang memungkinkan calon perseorangan menang. Misalnya PILKADA / Pemilihan Kepala Daerah Aceh yang dimenangi pasangan jalur independen, Irwandi Yusuf-M Nazar.

Perkembangan politik seperti ini tentu merupakan medan baru bagi perjuangan politik rakyat yang menginginkan perubahan. Semaksimal mungkin dengan tangga calon perseorangan itu, dapat direbut kepemimpinan daerah yang sanggup memenangkan program-program nyata kesejahteraan rakyat.

Kalaupun gagal memenangkan pertarungan di pilkada, setidaknya sudah diberikan kepemimpinan selama momentum itu, yaitu pendidikan politik dan organisasi dan memberi gambaran program-program perjuangan prorakyat melalui calon-calon perseorangan. Dengan demikian, di masa datang, atau di kala momentum untuk perubahan lebih cepat, rakyat mengerti program politik apa yang akan dikerjakan.

Undang-undang untuk jalur ini masih menunggu revisi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemda. Mahkamah Konstitusi memang sudah memberi lampu hijau untuk pencalonan jalur perseorangan ini sesuai amanat konstitusi UUD 1945 Pasal 18 Ayat 4, yang secara eksplisit memberi kesempatan terbuka kepada warga negara untuk menjadi calon kepala daerah yang tidak harus berasal dari partai politik.

Hanya saja, pelaksanaan untuk mewujudkan mekanisme pencalonan perseorangan, perjalanannya tak semulus seperti yang diharapkan; masih tertunda atau digantung di DPR dan Presiden. Kebanyakan pengamat politik memperkirakan calon perseorangan baru bisa bermain di ajang pilkada mulai Oktober 2008.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti dan anggota Kelompok Kerja Koalisi untuk Penyempurnaan Paket UU Politik, Refli Harun, juga menyampaikan: Aturan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah diperkirakan tidak bisa dilaksanakan tahun ini. Hingga kini, pembahasan belum dimulai karena masih menunggu amanat Presiden (Kompas, 12/1/2008).

Tampaknya, itulah yang dikehendaki kalangan pro-status quo negeri ini. Kemenangan kepala daerah tertentu pasti akan mempengaruhi ajang Pemilu 2009. Kemenangan dari calon perseorangan yang tak mereka harapkan sebisa mungkin akan dihindari, termasuk bahkan agar bisa bermain di ajang pilkada. Mengapa diloloskan sesudah bulan Oktober? Alasannya, menurut perkiraan, tinggal sedikit daerah yang belum melakukan pilkada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewajiban Bersyukur

Tri Sukses Generus LDII

Perjalanan Ibadah Tawaf dan Umroh