Menghadapi Ketidakpastian Masa Depan Dengan Isitkharah

Menghadapi Ketidakpastian Masa Depan Dengan Isitkharah

Pengertian Masa Depan
Sahabat LDII Kediri, Salah satu tokoh existensial humanis Fictor Frankl berpendapat, “ manusia dihadapkan pada pilihan yang belum pasti oleh karena itu banyak diantara manusia lebih banyak yang tidak berani mengambil keputusan akibat rasa takutnya itu, akibatnya sedikit manusia yang exis secara maximal dalam hidupnya “. Setiap hari tawaran datang silih berganti baik itu yang dapat dihitung secara matematis atau hitungan probalitas secara staistik, hasil penelitian para ahli, pengalaman atau empiris, bukti atau testimonial atau mungkin baru sekedar gagasan, ramalan, perhitungan tradisional atau spekulasi semata sebagaimana yang dilakukan para penjudi atau pemain lotre.
Selanjutnya Fiktor Frankl memberikan petunjuk umum tentang pentingnya keberadaan visi atau tujuan karena visi dapat mengarahkan energi manusia menjadi lebih efektif dengan visi yang jelas pula manusia menjadi berani menghadapi resiko dari ketidak pastian atau hal yang tidak dapat terpikirkan. Kemudian Covey memberi arah membuat teori bahwa manusia harus berkonsentrasi pada 90% hal yang dapat direncanakan alih-alih pada 10% hal tak terduga. Untuk yang tak terduga ini Stephen Covey menyarankan untuk melupakan saja agar tidak jadi hambatan dalam melangkah.

Bagiman tuntunan agama menghadapi ketidakpastian masa depan itu. Agama mengajarkan pada kita untuk berpikir, mengikuti patokan agama, bermusyawaroh untuk berijtihad dalam setiap perkara, kemudian untuk yang 10% sebagaimanana diisyaratkan oleh Stephen Covey atau sesuatu yang diluar jangkauan pemikiran manusia, agama mengajarkan untuk meminta petunjuk pada Alloh melaui istikhoroh. Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang sangat lemah, mereka sangat membutuhkan bantuan dari Allah SWT dalam semua urusan mereka. Hal itu karena dia tidak mengetahui hal yang ghaib sehingga dia tidak bisa mengetahui mana amalan yang akan mendatangkan kebaikan dan mana yang akan mendatangkan kejelekan bagi dirinya.

Karenanya, terkadang seseorang hendak mengerjakan suatu perkara dalam keadaan dia tidak mengetahui akibat yang akan lahir dari perkara tersebut atau hasilnya mungkin akan meleset dari perkiraannya. Oleh karena itulah Rasulullah SAW mensyariatkan adanya istikharah, yaitu permintaan kepada Allah agar Dia berkenan memberikan hidayah kepadanya menuju kepada kebaikan. Maka janganlah sekali-kali kita meremehkan suatu urusan, akan tetapi hendaknya kita beristikharah kepada Allah dalam urusan yang kecil dan yang besar, yang mulia atau yang rendah, dan pada semua amalan yang disyariatkan istikharah padanya. Karena terkadang ada amalan yang dianggap remeh akan tetapi lahir darinya perkara yang mulia

Dari Jabir bin Abdillah ra berkata: Rasulullah SAW mengajari istikharah pada kami dalam setiap urusan yan kami hadapi sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Qur’an. Beliau SAW bersabda: Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku’lah (shalat) dua raka’at yang bukan shalat wajib kemudian berdo’a: "Ya Allah aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan kekuasaan-Mu dan aku memohon karunia-Mu yang Agung. Karena Engkau Maha Mampu sedang aku tidak mampu, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui, Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya. Dan tetapkanlah buatku urusan yang baik saja dimanapun adanya kemudian jadikanlah aku ridha dengan ketetapan-Mu itu”. Beliau bersabda: “Dia sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu."
(HR. Al-Bukhari no. 1162)

Orang iman tidak perlu mendatangi peramal untuk suatu urusan, ada sindirian dalam sebuah Novel Filsafat, dalam buku berjudul, “ Dunia Sophi “, bahwa peramal meramal sesuatu yang tidak dapat diramalkan. Dengan demikian mendatangi peramal merupakan tindakan yang merendahkan martabat manusia sebagai mahluk mulia. Yang perlu dilakukan berpikir dengan sunguh-sungguh, berusaha dengan sungguh-sungguh, berdoa dengan sunguh-sungguh istikhoroh diantaranya, dan yakin dengan sunguh-sungguh. Semoga manfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewajiban Bersyukur

Tri Sukses Generus LDII

Perjalanan Ibadah Tawaf dan Umroh