Senin, 05 Agustus 2013

Mahkota, Keluarga, Pedang Allah

Pedang Allah

Wanted: Mahkota, Keluarga, Pedang Allah


Oleh: Ir.H. Teddy Suratmadji, Msc

Sahabat LDII Kediri, Pad Desember 2007 di acara silaturahim yang dihadiri oleh 100 Ulama yang berasal dari 40 Ormas Islam di Ibukota, saat seorang Qori melantunkan ayat suci Al-Quran:
Fabimaa rohmatim minalloohi linta tahum. Walau kunta fadzdzon gholiidzol qolbi lanfadzdzu min haulika.Fa’fu ’anhum wastaghfirlahum wasyaawirhum fil amri. Faidzaa ’azamta fatawakkal ’alalloohi. Innallooha laa yuhibbul mutawakkiliin.
Tiba-tiba para Ulama berteriak dan menyuruh sang Qori yang ditalar (membaca di luar kepala) tadi mengulangi membaca bagian ayat terakhir. Ketika diulangi, teriakan para Ulama malah semakin keras. Ketika diulangi lagi, teriakan para Ulama semakin menjadi-jadi, dan malah ada yang mulai marah. Baru pada ulangan yang kelima kali, ramai-ramai para Ulama mengucapkan kalimat ”shodaqolloohul ’adziiiiiiiim”, yang memiliki maksud ganda. Pertama, bacaan Qori sudah okay, benar. Kedua, ”memaksa” Qori untuk tidak melanjutkan membaca ayat berikutnya.

Apa gerangan kesalahan sang Qori? Silahkan periksa surat Ali Imron ayat 159.

Insiden.
Dari ilustrasi kejadian nyata diatas, Qori yang mantap dalam bacaan dan makhroj saja masih belum cukup. Tanpa memahami makna Al-Quran, insiden mudah terjadi. Kasus-kasus ”insiden” lainnya, diantaranya:

•    Ayat basyiron kabar gembira tentang sorga yang dibaca dengan sedih, andantino, sedangkan ayat nadziron kabar takut tentang neraka yang dibaca dengan semangat, allegretto;
•    Di acara walimatul ’urusy alias kawinan, qiroatnya malah surat Talaq, sedangkan di acara walimatul ghulam alias aqiqoh malah dibacakan surat poligami, manakala ibu sang bayi boleh jadi masih dalam keadaan nifas. Kacau, dah.
•    ”Mega Insiden” yang dapat mengancam keutuhan NKRI adalah ketika di acara resmi nasional dengan hadlirin  yang multi etnis multi agama, eh, yang dibaca malah ayat-ayat qitaal, ayat-ayat memerangi orang-orang kafir. Wajar, ketika dibacakan sari tilawah maka wajah Ketua Panitia Organizing Committe pun pucat pasi.

Karena Qori kurang memahami makna ayat yang dibaca, insiden lainnya yang sering tidak terhindarkan adalah harokat atau baris yang memberikan vokal ”a” ”i” dan ”u” di mushaf Al-Quran yang kadang bertumpuk, apalagi pada Al-Quran yang, maaf, dengan kualitas cetak biasa-biasa. Baris fathah, kasroh, dzomah sering tidak jelas untuk huruf hijaiyyah yang mana.

Bayangkan, seorang Qori senior dengan suara jauh lebih indah dan jauh lebih merdu dari Qori di insiden pertama diatas, bisa keseleo membaca alihatina yang artinya ”Tuhan Kami” menjadi alihanita yang jelas entah apa maknanya.

Investasi Di Hari Kiamat.

Atas begitu akbarnya perjalanan yang harus ditempuh dan begitu akbarnya harga yang harus dibayar untuk menjadi seorang Qori, maka ganjaran yang didapatpun akbar pula.
Di acara pengajian pecinta alam liburan lalu, kepada para generus dipelajarkan hadits tentang sepasang ayah dan ibu penghuni sorga yang keukeuh-peuteukeuh terkaget-kaget mempertanyakan penganugerahan mahkota yang cahayanya setara sinar matahari, serta pakaian sutera yang tidak ternilai harganya, bahkan dibandingkan dengan dunia seisinya sekalipun.

”Bimaa kusibnaa? Mengapa kepada kami dipakaikan mahkota dan pakaian?”
Dijawab: ”Bi akhdzi waladikumaal Qur’aan. Sebab penguasaan anakmu terhadap Al-Quran”.
Karena punya anak seorang Qori, maka kedua orang-tuanya mendapatkan surprise: ”dipaksa enak”.

Pena Digital Qori Sudais–Ghomidi.

Alhamdulillah, penaqori yang mendengungkan suara Imam Masjidil Harom kini sudah tersedia. Hanya saja karena alasan kapasitas card yang ada saat ini, belum memungkinkan membuat 3 SSG (Sudais-Shuraim-Ghomidi), tetapi 2 SG (Sudais-Ghomidi).
Mengapa SG? Karena Syeikh Dr. Abdurrahman As-Sudais barangkali saat ini adalah qori dengan bacaan terindah di muka bumi. Sedangkan Syeikh Sa’ad Al Ghomidi memiliki bacaan yang paling sesuai dengan bacaan hafs di Indonesia, sebagaimana direkomendasikan oleh KH Kasmudi Asshidqy.

Sampai saat tulisan ini naik cetak, di 8 toko buku Gunung Agung di Ibukota sudah bisa diperoleh penaqori H. Muammar ZA dan qoriah Dra Hj Maria Ulfah MA, masing-masing dengan terjemahan Bahasa Indonesia, dengan harga Rp. 999.900,-. Adapun penaqori Sudais-Ghomidi tidak tersedia di toko-toko buku. Untuk info bagaimana cara memperolehnya, silahkan kirim SMS kepada penulis.

Mengenai kefadlolan manfaat pena digital sebagai alat bantu untuk mempercepat belajar membaca Al-Quran, silahkan baca Qori (1) di tulisan sebelumnya.

Mengejutkan, satu lusin perdana permintaan penaqori bukan datang dari sentra-sentra Muslim di Jawa atau di Sumatera, melainkan dari Timika, Irjabar. Semoga dari belahan Indonesia Timur sana bermunculan qori-qori sekelas Sudais, sekelas Ghomidi. Amin.

Murottal! Murottal!
Syahdan, angin pun sampai berhenti meniup ketika Daud membaca Zabur. Sayangnya tidak semua orang memiliki bakat hebat seperti itu. Tidak semua bisa menjadi Qori MTQ dengan segala kefadlolannya yang akbar, tetapi dengan tingkat godaan yang akbar pula: rasa riya (ingin dilihat) dan sum’ah (ingin didengar). Tetapi semua orang yang tidak bisu-tuli tentu bisa bacaan murottal atau bacaan dengan kecepatan biasa, namun dengan tajwid yang benar.

Berikut adalah 4 surat panjang yang dibaca diatas 1 (satu) jam dengan bacaan murottal yang dibawakan oleh Qori Syeikh Sa’ad Al Ghomidi:

Nama Surat
   

Jam:Menit

Al Baqoroh

1:57

Ali Imran
   
1:05

An Nisa
   
1:13

Al A'rof

1:04


Bagi yang bisa lebih cepat dari bacaan Al Ghomidi, hati-hati, sebab boleh jadi aturan untuk membaca tartil, ditabrak. Jika plus-minusnya tidak terlalu jauh dari angka-angka diatas, selamat, berarti bacaan murottal dari sisi waktu sudah benar. Bagi yang membacanya audzubillah lambatnya dibanding angka-angka diatas, mohon maaf, sepertinya harus kembali dulu membaca buku Iqro temuan KH As’ad Umam jilid-jilid awal, dari keseluruhan 6 jilid.

Jika ingin menyimak bacaan murottal secara “live” pergi saja Umroh Lailatul Qodar (LQ) dan tarawih di Masjidil Harom. Di Nuansa edisi beberapa waktu yang lewat, Umroh LQ pernah divas.

Mahkota, Keluarga dan Pedang Allah
Ingin berbakti kepada kedua orang tua? Jadilah Qori bacaan murottal.
Simak syairan yang dipelajarkan oleh almarhum Ustadz Syihabudin semasa kuliah di Bandung, lebih dari seperempat abad yang lalu:

    Fa yaa ayyuhal qoori, bihii mutamassika
    Mujillaa lahuu, fii kulli haalin mubajila
    Hanii-an marii-a waalidaka ’alaihima
    Malaabisu atwaarin, minat taaji wal huula
    Famaa dzonnukum binnajli ’inda jazaaidi
    Ulaa-ika ahlulloohi, wasofwatul malaa.


Wahai ahli membaca Al-Quran, dengan Al-Quran berpegang teguh
Menggunakan Al-Quran, didalam segala hal menggunakan Al-Quran
Bersuka-cita kedua orang tua Qori
Atas keduanya dipakaikan mahkota yang mengalahkan sinar matahari
Bagaimana persangkaanmu dengan semua balasan itu?
Mereka para Qori, adalah keluarganya Alloh
Dan pedangnya Alloh.

Untuk mendengar syairan dalam format MP3, kirim email ke tsuratmadji@gmail.com.

Siapa yang perlu menjadi Qori? Kita. Mengapa harus kita? Bukankah cukup anak-anak kita saja yang menjadi Qori?
Buang jauh-jauh egomu, Bung! Bagaimana bisa anak-anak itu tergerak untuk mempersembahkan sutera dan mahkota kepada kedua orang-tuanya kelak, jika anak-anak itu melihat orang tuanya sendiri tidak mau mempersembahkan sutera dan mahkota kepada kakek-nenek mereka di hari kiamat nanti? Mau tunggu apa lagi untuk menjadi Qori? Bukankah semua alat bantu yang saat ini tersedia pada hakekatnya adalah kemurahan dan kemudahan yang diberikan Alloh untuk mempercepat mencapai derajat seorang Qori?  Fa Aina Tadzhabuun?

Tidak ada komentar:

Dialog Antar Umat Beragama Tangkal Perpecahan Anak Bangsa

 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah terus membangun dialog, silaturahim kebangsaan dan penguatan kerukunan umat beragama untuk...