Obama Petik Hikmah

Obama Petik Hikmah? Xenophobia?


ir.Teddy LDII Pusat
oleh:Ir.H.Teddy Suratmadji,MSc.
20 Januari 2009 akan dicatat dengan tinta emas sebagai tanggal yang sangat bersejarah, karena pada hari itu disumpah pemimpin paling kuasa, termahal, dan terantik di jagat raya ini.

Paling kuasa karena dialah panglima tertinggi militer negara super power. Termahal karena menghabiskan bermilyard dollar untuk memprosesnya menjadi pemimpin. Terantik karena dia keturunan kulit hitam pertama yang menduduki tahta adidaya dunia, baru berumur 47 tahun, munculnya ujug-ujug, dan, keturunan muslim.
Dialah Barack Hussein Obama, Presiden Amerika Serikat ke 44. Keturunan Afro-Amerika dari ibu Kansas dan ayah Kenya. Nama Barack bukan berasal dari kata ‘barak’ militer, tapi dari mubarak alias blessed alias diberkati. Katanya dalam pidato usai disumpah: “Bagi dunia Muslim, kami ingin mencari sebuah jalan baru, berdasarkan kepentingan bersama dan saling menghormati”.
Beberapa bulan lalu ada SMS dari relawan yang pernah berperang di Afganistan. Gara-gara Nuansa menulis tentang Jerman. Bagaimana bisa majalah Islam memuji-muji negara kuffaar (kafir)? Begitu katanya via SMS dengan garangnya.
Ah, inilah penyakit xenophobia, alias sikap anti segala sesuatu yang berbau asing, apalagi beraroma kuffaar. Padahal alkalimatul hikmati dhoollatul mu’min haitsuma wajadahaa fahuwa ahaqqu bihaa ~ bahwa segala sesuatu yang baik, adalah barang hilangnya orang iman; dimana saja hikmah dijumpai dan dari siapa saja hikmah diperoleh, maka orang iman lebih berhak atasnya. Artinya? Bahkan dari Amerika memilih Obama pun banyak hikmah yang bisa dipetik.

1. Hati-Amal
Ayah biologis Obama berkulit hitam. Saat sekolah di SDN Menteng 01 Obama berayahkan Lolo Soetoro, Indonesia asli. Demi membiayai cucunya kuliah di Harvard, Nenek Amerika tidak jadi membeli mobil. Nenek yang satunya lagi? Tinggal di pedesaan Kenya. Walau “rupa-harta” minus, tetapi memiliki “hati-amal” yang plus-plus, Obama telah ‘menyihir’ rakyat Amerika. Kandidat lainpun, semuanya kulit putih, ada pengacara kaya raya mantan Ibu Negara, ada mantan anak laksamana bermertuakan konglomerat, semua bertumbangan.

Jadi manakah yang lebih pas dengan dalil innallooha laa yandzuru ilaa shuwaarikum wa amwaalikum walaakin yandzuru ilaa quluubikum wa a’maalikum ~ sesungguhnya Alloh tidak melihat rupa dan harta, melainkan melihat kepada hati dan amal kamu sekalian?
Apakah negeri yang dalam memilih pemimpinnya masih mempertimbangkan etnis dan warna kulit? Atau Amerika yang ketika memilih Obama kok cocok dengan roh dalil diatas? Itulah hikmah. Itulah barang hilangnya mumin.

2. Musuh-Mitra
Bagi yang mengikuti perjalanan Obama, tentu tahu bahwa musuh bebuyutannya adalah Hillary Clinton dan John McCain. Tetapi setelah pesta demokrasi selesai, keduanya hadir tuh di acara pelantikan. Hillary malah diangkat menjadi Menteri Luar Negeri. Praktis, semua musuh menjadi mitra.
Empat belas abad yang lalu, ketika Jibril membacakan Iqro kepada Muhammad, hanya Khadijah, Ali dan beberapa orang lainnya yang langsung iman. Selebihnya awalnya adalah musuh gerot yang menghendaki nyawa Nabi. Khalid bin Walid, misalnya, adalah panglima yang meluluh-lantakkan kaum Muslimin di Perang Uhud. Tetapi Khalid kemudian menjadi mitra, bahkan kemudian oleh Nabi diangkat menjadi panglima perang.
Nah, mau itba’ pihak yang ketika keok tidak mau akur dengan pihak lainnya yang menang? Atau mencontoh Obama yang tidak pernah membaca Sirah Nabawiyyah, tetapi merubah musuh menjadi mitra? Itulah hikmah. Itulah barang hilangnya orang mumin.

3. Generasi Penerus
Kata Obama dalam pidato tanpa teks: “Dengan memandang ke cakrawala dan Tuhan bersama kita, kita membawa pemberian terhebat, yakni kebebasan dan membawanya dengan selamat pada generasi masa depan.”
Buah perjuangan tidak selalu harus dinikmati saat ini, tetapi, sebagaimana do’a Ibrahim,  untuk dzurriyyatinaa ~ untuk keturunan. Berjuang mewujudkan keamanan keselamatan kelancaran kebarokahan untuk dinikmati generasi kemudian. Imbalannya? Do’a keturunan yang mendoakan orang tuanya.
Nah, mau mengikuti pemimpin yang memiliki visi kegemilangan generasi mendatang? Atau yang aji mumpung memburu kesenangan instant saat ini? Demi “balik modal” fulusy saat pemilihan?
Mengapa Obama yang dalam keyakinannya tidak ada konsep do’a anak solih memiliki visi untuk generasi jauh ke depan? Itulah hikmah. Itulah barang hilangnya orang mumin.

4. Anak-Isteri
Mengejutkan, ketika isteri dan 2 anak gadis Obama turut naik ke podium di upacara yang demikian kolosal disaksikan milyaran pasang mata di seluruh dunia. Apalagi ketika Rahib RR Warren menyebut nama Michelle, Malia dan Sasha, dan mendoakan ketiganya. Apa urgensinya? Ternyata Obama adalah “Family Man” yang begitu dekat dengan anak-isterinya. Zuper-zibuk, tetapi tetap menyisihkan waktu untuk keluarga.
Nah, mau memilih pemimpin yang memiliki keluarga sakinah-mawaddah-warohmah atau pemimpin yang keluarganya amburadul?
Obama tidak pernah sholawat bagaimana Nabi mendoakan ‘alaa aalihi wa ashaabihi. Tetapi mengapa Obama, via rahib, mendo’akan anak-isterinya? Itulah hikmah. Itulah barang hilangnya orang mumin. Kapan terakhir kalinya, wahai para suami, mendo’akan anak dan isterinya?

5. Sumpah
Apa, sih, isi sumpah Obama? “Saya, Barack Hussein Obama, sungguh-sungguh bersumpah bahwa saya akan setia menjalankan tugas sebagai Presiden Amerika Serikat dan akan melestarikan, melindungi, dan mempertahankan Konstitusi Amerika Sertikat”.
Walhasil. isi sumpahnya sederhana saja: “melestarikan-melindungi-mempertahankan” konstitusi.
Kita bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Alloh, dan bahwa Muhammad adalah utusan Alloh. Kita berjanji untuk melestarikan-melindungi-mempertahankan-mengkaji-mengamalkan Al-Quran dan Al-Hadits.
Sebagai seorang lawyer tentunya Obama telah melahap habis isi konstitusi yang adalah buatan manusia. Bagaimana dengan kita? Apakah bacaan-makna-keterangan 6000an ayat Al-Quran yang bukan ciptaan manusia, sudah dikaji dan dikuasai? Bagaimana pula dengan Al-Hadits?

Sekembalinya dari Australia, seorang Ulama ldii menyatakan keterkesanannya atas keramah-tamahan orang disana, bahkan kepada kulit berwarna. Saling mempersilahkan lebih dahulu ketika antri. Berebut saling membukakan pintu. Mendahulukan disable alias orang cacat. Selama disana tidak pernah sekalipun mendengar suara klakson mobil. Itu semua akhlaqul karimah ajaran Islam yang santun. Tetapi mengapa ditemukannya di negara asing? Sedangkan di negara muslim terbesar di alam raya ini, justru boro-boro? Itulah hikmah. Itulah barang hilangnya mumin. Kembali ke cerita sang militan yang kirim SMS galak tadi. Ketika ditanyakan kepadanya mengirim SMS pakai ponsel merek apa? Dijawabnya Nokia. Lho, kalau benci Jerman karena kuffar-nya, bukankah ponsel itupun made-in kuffaar?

Jangan naik bus AKAP - antar kota antar propinsi yang Mercedes Benz, naik delman saja. Jangan pakai Rolex, pakai jam pasir saja. Jangan naik Airbus atau Boeing, naik perahu Sinbad saja. Jangan pakai Philips, pakai lampu Aladdin saja. Jangan pakai sepatu Bata, pakai ex Cibaduyut saja. Pastikan mereknya Nur Elah.
Alangkah ruwetnya dan memberatkannya xenophobia, kebencian atas segala yang berbau asing (orang-bahasa-budaya-produk asing). Ini zaman global, Bung! Nilailah produk dari kualitas, ketersediaan, dan harga, plus ramah lingkungan, bukan dari asingnya atau lokalnya. Untuk apa lokal jika harganya mahal, atau kualitasnya sagebraheun – sekali pakai jebol, atau ketersediaannya byar-pet?

Tentu saja ada hal-hal ex asing yang harus disortir, terutama budaya. Tapi tidak dengan sikap xenophobia. Pemilu sudah tinggal menghitung hari. Banyak hikmah yang bisa diambil dari Obama. Dalil-dalil memilih sudah diuraikan di 2 tulisan PILKADA yang pernah dimuat di rubrik ini. Nah, mau pilih aliran mana? Aliran xenophobia? Atau aliran pemetik pemetik hikmah dari mana dan dari siapa saja datangnya?. Fa Aina Tadzhabuun?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewajiban Bersyukur

Tri Sukses Generus LDII

Perjalanan Ibadah Tawaf dan Umroh