Membangun Peradaban Melalui Pendidikan Islam

Membangun Peradaban

membangun peradaban islam
Sahabat LDII Kediri, Peradaban adalah pencapaian manusia di bidang budaya, di dalamnya juga terdapat pengetahuan, dan etika. Namun abad 21 bercerita lain. Ketika ilmu pengetahuan telah menghasilkan berbagai teknologi yang memudahkan hidup manusia. Yang memangkas keberadaan jarak dan waktu, seolah dunia hanya satu kampung kecil saja.

Lalu lahir pertanyaan? Ketika dunia atau katakanlah Barat telah mencapai peradaban tinggi, lalu menyusul negara-negara Asia, justru moralitas kian rendah. Lembaga perkawinan dipandang sinis. Pergaulan bebas menggantikannya, yang berakibat rusaknya lembaga rumah tangga, sebagai wahana pendidikan generasi masa datang.
Maka nasib beradaban sangat bergantung kepada masyarakat. Sekelompok kecil masyarakat yang menghimpun diri dalam ikatan organisasi kemasyarakatan (Ormas), memiliki peran besar dalam menegakkan etika dan moral dalam komunitasnya, juga dalam keluarga. Persoalannya adalah ormas seperti apa yang mampu menjaga etika, demi sebuah peradaban?

Sejak reformasi berjalan, kebebasan berpendapat dan berkumpul berada di titik paling gemilang, namun bukannya tak beresiko. Semua orang bebas berserikat atau berkumpul membuat ormas bahkan partai. Mereka menyatu bukan hanya berlatar persamaan nasib – yang untuk itu harus diperjuangkan – tapi juga karena persamaan etnik dan ideologi.

Mereka butuh menyatu untuk mempertahankan diri juga mensejahterakan anggotanya. Namun tugas utama lain dari sebuah ormas adalah mewujudkan manusia yang adil dan makmur, dengan pendidikan dan pembentukan karakter. Dengan begtu tercipta suatu keteraturan sosial. Indonesia yang terus membangun, memiliki karakteristik negara berkembang yang kuat, di mana pemerataan pembangunan belum merata. Bukan hanya di pelosok pedesaan, namun di perkotaan masih menyisakan lubang-lubang kemiskinan.

Mereka memanfaatkan momentum kebebasan berserikat dengan mendirikan ormas. Namun yang terjadi adalah banalitas atau pendangkalan fungsi ormas itu sendiri. Ormas dijadikan wadah gerombolan untuk melakukan prilaku premanisme, sementara elit politik memanfaatkan mereka sebagai daya tawar untuk bersaing satu sama lain. Bahkan agama dijadikan alat ormas untuk melakukan kekerasan kepada yang lain.

Sampai pada titik itu, siapapun bakal bertanya, bagaimana ormas membangun peradaban? Masyarakat seperti pesimis. Berharap pada partai politik hanya manis saat kampanye lalu pepesan kosong belakangan. Parpol juga terbukti korup, berharap kepada ormas, yang ada adalah sekelompok orang yang melakukan kekerasan satu sama lain.

Walhasil negara memang harus turun tangan. Revisi UU Ormas sedang dibuat, agar pembubaran ormas bermasalah kian cepat. Harapannya agar ormas yang ada adalah ormas yang dapat menjadi mitra pemerintah untuk membangun bangsa.

Sebab, dalam sejarah republik ini, ormas berperan besar dalam pembebasan dari penindasan dan pembangunan. Ketika parlemen pertama dibentuk, utusan golongan atau ormas berada dalam tubuh parlemen. Ormas yang mewarnai jalannya kehidupan bernegara hilang sejak 2002, karena dihapusnya fraksi utusan golongan dalam DPR/MPR. Kedudukannya lalu tergantikan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang justru tak bisa mewakili keberagaman masyarakat yang berada di suatu daerah, karena mereka adalah pribadi yang mewakili daerahnya. Padahal peran ormas sangat besar bila dia tetap dalam parlemen dan langsung berada di tengah-tengah masyarakat.

Tengoklah Nahdlatul Ulama (NU), yang membentuk masyarakat islami. Bahkan di saat revolusi fisik NU mengeluarkan Resolusi Jihad, yang menuntut tiap warga NU dan umat Islam melakukan perlawanan keras terhadap penjajah, dengan bingkai perang sabil.

Lalu ada Muhammadiyah yang dengan pendidikan membentuk pondasi dan karakter masyarakat Indonesia. Dengan pendidikan, Muhammadiyah menginginkan umat Islam dapat mengakses kesejahteraan dengan mudah, dan menciptakan keteraturan sosial. Demikian halnya dengan LDII, yang berkonsentrasi penuh mewujudkan masyarakat yang profesional religius, dengan membentuk genrasi muda yang mandiri, faqih dalam ilmu agama, dan berakhlak mulia.

Sejatinya, seperti itulah tutuntan besar terhadap ormas untuk membangun sebuah peradaban. Di mana pencapaian teknologi diiringi dengan keluhuran etika, budi pekerti, dan moral. Yang mencipatakan masyarakat yang teratur, saling menghargai, dan menghormati. Di mana semua daya ditujukan untuk kemakmuran bersama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewajiban Bersyukur

Tri Sukses Generus LDII

Perjalanan Ibadah Tawaf dan Umroh