Sabtu, 13 Juli 2013

7 Kebiasaan Membongkar Blokade Mental

Mengubah Tujuh ( 7 ) Kebiasaan untuk Membongkar Blokade Mental

Sahabat LDII Kediri, Kebanyakan orang banyak mengeluarkan energi namun hasilnya tidak memuaskan istilahnya 80:20, kita habis-habisan kerja namun cuma dapat hasil sedikit. Tentu sangat mengambat kinerja kita. Apa saja yang meghambatnya. simak 7 kebiasaan untuk membongkar blokade mental.
1.         Kebiasaan proaktif.
Melalui adanya kesadaran-diri, merupakan kemampuan kunci untuk mamapu memahami orang lain dan dunia ini – ‘what is happening and how something takes the process to happen’. Bahkan kesadaran-diri merupakan pintu untuk mengenal dimana sebenarnya keunggulan kelemahan diri kita. Dengan kesadaran-diri yang tinggi maka kaki kita mantap menginjak realitas bumi dan tidak ragu – ragu dalam bertindak secara proaktif (tidak selalu menunggu).
Cara Melatih Mental

Kemampuan tentang kesadarann-diri apabila diaktualkan secara optimal akan menghasilakan kebiasaan efektif berupa tindakan proaktif ; memiliki kemampuan untuk bertindak dan memilih respon yang cocok atau menentukan keputusan. Dikatakan kebiasaan efektif karena semua persoalan tidak ada yang menjadikan membingungkan., apabila ditangani oleh orang yang berkapasitas mampu mengambil keputusan. Kualitas menjadi pengambil keputusan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh orang dengan kesadaran-diri setengah-setengah.

Pada level aktualisasi kemampuan yang rendah, kebiasaan hidup yang dihasilkan tidak efektif (ibaratnya, talang bocor) yaitu kebiasaan reaktif (tidak memiliki kemampuan memilih alias dibentuk oleh bagaimana orang lain dan keadaan membentuknya). Di level ini semua persoalan besar/kecil akan membuat dirinya ‘bingung’ – terombang ambing, bahkan bisa jadi tidak tahu mana yang besar dan mana yang kecil.

2.       Imajinasi – tujuan yang hendak dicapai.
Kemampuan imajinasi apabila diaktualkan secara optimal dengan petunjuk kesadaran dan prinsip akan menghasilkan kebiasaan hidup yang bermuara pada berbagai tujuan / kepentingan misi yang hendak dijalankan untuk dicaapai. Orang yang telah melatih imajinasinya pada level tinggi senantiasa akan membuat ‘lilin harapan’ dan visi menyala sehingga tidak mudah digoda oleh berbagai bentuk distraksi (yang merusak) dari luar dan dari dalam diri atau dtidak mudah kalut olrh kegelapan realitas temporer. Kondisi internal yang terus tercerahkan (enlightenment) oleh lilin harapan dan visi inilah yang membuat dirinya realistic (berada diatas realitas) atau victor (pemenang) dan effective.

Sebaliknya, pada level aktualisasi, kemampuan yang rendah dimana orang membiarkan imajinasinya liar kemana-mana tanpa kesadaran atau prinsip yang jelas akan menghasilkan cetakan kebiasaan hidup yang tidak terbentuk, atau menjadi korban (victim), sudah kemana-mana tapi tidak menemukan apa-apa (sense of futility about goal). Imajinasi yang liar bisa terjadi kapan pun dan dimanapun yang lazimnya kita kenal dengan aktivitas ‘ngelamun’ . secara permukaan sulit dibedakan antara orang yang ngelamun dan orang yang melatih imajinasi dengan bervisualisasi kreatif tetapi dalam hitungan yang ke sekian kali perbedaan itu akan sebesar kemutahiran kreasi. Bukankah semua temuan tekhnologi berawal dari imajinasi?

3.       Kemauan – mengutamakan yang utama (first thing first – yang penting yang mendesak).
Kemampuan manusia berupa kemauan apabila diaktualkan secara optimal akan menghasilkan kebiasaan hidup teratur – mengutamakan yang utama – dan penuh disiplin dalam membuat tata letak antara prioritas utama, kepentingan dan urgensitas. Keteraturan dan disiplin  tidak dapat diraih tanpa kemauan keras untuk merebut tanggung jawab. Orang yang tahu tata letak akan membuat kebiasaan hidup efektif.

Pada level aktualisasi yang rendah, kemampua ini akan menghasilkan kebiasaan hidup berupa mentalitas jalan-pintas, atau  the simple answer , menolak tanggung jawab hidup sehingga tidak terjadi keteraturan. Membesar-besarkan hal yang kecil dna mengabaikan hal yang menjadi benih-benih peristiwa besar (kebocoran atau kemampetan talang). Orang yang malas tidak berarti hidupnya efektif meskipun ia menolak bertanggung jawab karena pada dasarnya hidup tidak member pilihan antara bertanggung jawab atau tidak, melainkan harus bertanggung jawab.

4.       Mentalitas berlimpah – berpikir saling menang ( kemampuan sakdermo dalam konotasi aktif-positif).
Kemampuan mentalitas atau kapasitas mental yang diaktualkan secara optimal akan menghasilkan kebiasaan berpikir saling menang (win-win solution atau saling untung menguntungkan) dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Mentalitas berlimpah akan menghasilkan karakter kepribadian berprinsip. Prinsiplah yang menjadi sumber keberlimpahan, kemakmuran dan keamanan. Kalau dikaitkan dengan kecerdasan emosional (EQ), tingkat kecerdasan yang tinggi akan mampu memproduksi kebahagiaan di dalam sehingga berkuranglah tingkat depedensinya terhadap sumber kebahagiaan dari luar. Semakin kuat orang memegan ‘principle-centered’ (berpusat pada prinsip hidup), semakin mudah orang tersebut mengalirkan rasa cinta/penghargaan kepada orang lain – to share recognition. Oleh karena itu dikatakan, mentalitas berlimpah akan menghasilkan profit dan power.
Sebalikanya pada level aktualisasi yang rendah akan menghasilkan kebiasaan hidup talan bocor berupa mentalitas kerdil (scarcity) dimana orang selalu merasa kurang dengan dirinya. Rasa bahagia, rasa aman, dan rasa makmur tidak mampu diciptakan oleh dirinya melainkan merasa harus bergantung kepada orang lain, sehinga tidak mudah  member maaf atas kesalahan apapun yang dilakukan oleh mereka. Suami/istri yang bermentalitas kerdil akan mudah bentrok walaupun pemicunya berupa sendok makan yang jatuh padahal (mestinya) cukup diselesaikan dengan memaafkan sedikit. Karena tidak mampu memaafkan akhirnya membuat kebocoran tidak hanya meneter melainkan mengalir deras, dan akhirnya banjirlah rumah tangga.

5.       Keberanian – memahami lebih dahulu
Kemampuan keberanian memahami orang lain terlebih dahulu, apabila diaktualkan secara optimal akan menghasilkan kebiasaan efektif berupa memahami lebih dulu baru akan dipahami. Memahami lebih dahulu membutuhkan keberanian dengan pertimbangan. Dikatakan efektif karena memahami lebih dulu akan(biasanya) membuat kita dipahami lebih dulu. Memahami lebih dulu adalah membuka talang yang macet atau kalau dipinjamkan dari istilah lain, memahami lebih dulu adalah kebiasaan empati, bukan hanya simpati.

Sebaliknya keberanian yang tidak diaktualkan secara optimal akan menghasilkan kebiasaan hidup yang tidak efektif berupa keinginan untuk dipahami lebih dulu baru akan memahami. Jika dikembalikan ke kehidupan manusia, akar dari sebab persoalan besar adalah dasar berkomunikasi yang selalu ingin dipahami lebih dulu. Umumnya, orang memang secara alami ingin dipahami lebih dulu, tetapi terkait dengan melancarkan talang yang mampet, maka memahami lebih dulu akan lebih efektif.

6.       Kreativitas – sinergisitas (kerja sama untuk menjumlahkan dua potensi atau lebih).
Kemampuan kreativitas untuk bersinergi, apabila diaktualkan secara optimal akan menghasilkan kebiasaan hidup efektif berupa terciptanya keunggulan sinergis dari perbedaan atau persamaan. Keunggulan sinergis adalah manifestasi kesadaran misi dan tidak dapat diraih dengan  pendewaan posisi. Salah satu karakteristik keunggulan sinergis adalah tercipatanya saluran komunikasi diantara  respectful  minds  yang berinteraksi untuk menemukan  kompromi dan  kerjasama. Kenyataan sering kali mengajarkan, bahwa pada akhirnya, kerjasama yang diolah dengan kreativitas akan menang melebihi ‘confrontation’ .

Sebaliknya kemampuan kreativitas individual yang tidak disinergikan, akan menghasilkan kebiasaan hidup tidka efektif berupa kebuntuan alternative dan kemacetan aliran transformasi. Satu-satunya jalan yang ditempuh adalah membuat ‘defensive communication  dibarengi dengan pendewaan posisi antara anda dan saya, kami dan mereka.  Posisi yang didewakan akan membuat aliran kepentingan misi bisa macet dan akhirnya terbuang ke tempat yang tidak diinginkan.

7.       Kebiasaan pembaharuan – mengasah gergaji
Kebiasaan mengasah gergaji dihasilkan dari kemampuan pembaharuan – kapasitas diri yang diaktualkan secara optimal. Dikatakan kebiasaan efektif karena dengan terus mengasah gergaji dapat mengurangi kemungkinan yang menyebabkan kegagalan atau kelambanan menyelesaikan masalah akibat perubahan keadaan. Seperti dikatakan : siksaan yang paling berat dirasakan adalah, ketidaktahuan (kebodohan). Pembaharuan adalah inovasi, improvasi, pembelajaran, atau mencheck dan  merenovasi talang.

Sebaliknya, kemampuan pembaharuan yang tidak diaktualkan secara optimal akan membuat  seseorang dapat terperosok dalam system hidup yang tertutup, gaya hidup yang gelap dan buntu. Tak pelak lagi system dan gaya hidup demikian hanya akan mewariskan ketertinggalan dari perubahan zaman, mentalitas kerdil dan kebodohan akan perkembangan informasi.
Melalui uraian diatas tentang memperbaiki kebiasaan, mudah-mudahan dapat mendorong untuk selalu mencheck kondisi talang diatas ‘rumah diri kita’ secara langsung agar dapat membuat kesimpulan yang paling mendekati obyektif ;  apakah talang yang tidak dapat mengalirkan air sebagaimana mestinya itu disebabkan oleh kerusakan fatal atau hanya kemampetan. Bila yang terjadi hanya mampet , pengalaman menunjukan sangat amat jarang kemampetan talang disebabkan oleh benda besar dalam peristiwa sesaat, misalnya pohon yang roboh atau lainnya. Sebab kalau benda besar yang menghalangi langsung kita singkirkan. Lebih sering talang yang mampet disebabkan oleh serpihan kayu, lumpur, lumut yang awalnya kita anggap tidak membahayakan. Dan begitu hujan turun maka . . . bem !!!

Tidak ada komentar:

Dialog Antar Umat Beragama Tangkal Perpecahan Anak Bangsa

 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah terus membangun dialog, silaturahim kebangsaan dan penguatan kerukunan umat beragama untuk...