Sulthon Aulia Boarding School

Sulthon Aulia Boarding School, Lahirkan Macan Bermental Raja Bijaksana

Mempunyai anak cerdas dengan paham agama kuat dan mempunyai 6 karakter luhur, siapa yang tidak mau?
KAWAKIBI tiba-tiba terbangun pukul 2 pagi karena sebuah ketukan di pintu kamarnya. Dia sudah dibiasakan bangun di sepertiga malam akhir untuk sholat tahajud, sama seperti kebiasaan yang dilakukan teman-temannya di Sulthon Aulia Boarding School (SABS). Jadi dengan sebuah ketukan kecil saja, Kibi dengan mudah terbangun.


Menjelang Subuh, Kibi bersiap menuju masjid. Tiga kawan sekamarnya ikut segera bergegas menuju masjid yang hanya sepelemparan batu dari asrama tempat Kibi tinggal. Meskipun harus meninggalkan kamarnya yang nyaman dan dilengkapi AC, tetapi sudah terpatri di benak Kibi bahwa sholat Subuh berjamaah di masjid adalah wajib hukumnya.
Kibi berjalan menuju ke masjid sambil menenteng Al-Quran dan Hadits-nya, karena setelah Subuh ia harus mengikuti pengajian sampai pukul 6 pagi. Pada awalnya ia kesulitan melawan kantuk, tetapi toh akhirnya ia bisa menerima pembelajaran dari mubaligh pilihan di asramanya.

Berikutnya adalah kegiatan bebas, mandi, dan sarapan. Kibi tidak perlu mengantri untuk mandi, karena perbandingan jumlah kamar mandi dengan jumlah siswa adalah 1:6. Kalaupun mengantri tidak akan panjang. Selepas sarapan, Kibi berjalan kaki menuju ke sekolah yang hanya beberapa puluh meter dari asramanya.

Kegiatan pendidikan dimulai tepat pukul 8 pagi. Kibi dan teman-temannya merasa nyaman sekali dengan guru-guru yang ada di sekolah. Selain karena penjelasan yang mudah diterima, guru-guru pilihan tersebut tidak bersifat top-down, sehingga Kibi tidak sungkan untuk bertanya ketika ada bagian pelajaran yang belum jelas.

Aktivitas akademik di sekolah selesai pada pukul 2 siang. Kibi diperbolehkan istirahat di asramanya atau melakukan aktivitas apapun yang tidak melanggar aturan. Pengurus SABS meletakkan minimal 6 buah CCTV di tempat-tempat strategis untuk memantau aktivitas siswa, sehingga aturan yang dibuat bisa dikontrol dengan baik.

Selepas Ashar, sekitar pukul 4 sore, Kibi bebas melakukan aktivitas ekstrakurikuler pilihannya, yaitu futsal. Teman-temannya yang lain memiliki aktivitas pilihan lain. Ada yang sama-sama olahraga, tetapi ada juga yang jurnalistik, broadcasting, dan Karya Ilmiah Remaja (KIR). Meskipun pilihan yang lain juga banyak: sepak bola, basket, pencak silat, PMR, pramuka, paskibra, business club, tari tradisional, teater, cinta lingkungan, panjat tebing, renang, bahkan golf.
Namun seluruh aktivitas pilihan tersebut harus dituntaskan sebelum matahari kembali ke peraduannya, karena Kibi dan siswa-siswi SABS lainnya harus segera mengikuti shalat Maghrib berjamaah di masjid. Lalu dilanjutkan shalat Isya berjamaah.

Setelah Isya, Kibi mengikuti pengajian wajib sampai pukul 10 malam. Materi pengajiannya tidak lepas dari Quran Hadits. Dalam dua tahun, ia ditarget telah bisa menjadi mubaligh yang tentu sudah harus merampungkan pembelajaran Quran dan hadits-hadits himpunannya.

Aktivitasnya yang padat membuat Kibi lelah. Biasanya setelah pengajian malam, ia langsung bergegas menuju kamar tidurnya dan langsung terlelap. Kibi merasa perlu menjaga waktu istirahatnya karena besok pukul 2 pagi ia akan memulai aktivitasnya kembali.

Diam-diam, Kibi terdidik menjadi anak yang disiplin, cerdas dalam pendidikan sekolahnya, dan mempunyai kepahaman agama yang kuat. Kibi menjadi harapan banyak orang untuk menjadi pemimpin atau raja bijaksana yang mempunyai bekal ilmu dunia dan ilmu agama yang cukup, seperti harapan orang tuanya.

Dua minggu sekali, Kibi diberikan kesempatan untuk pulang ke rumah orang tua asuhnya di Jakarta. Maklum, Kibi berasal dari Makassar dan ia tidak memiliki saudara di Jakarta. Namun SABS menyiapkan orang tua asuh bagi Kibi. Ia bisa mengambil HP yang dititipkan kepada pengurus yayasan, tetapi sekembalinya ke SABS, ia harus menitipkannya kembali.

Kegiatan rutin tersebut berlangsung terus selama dua tahun. Di akhir tahun kedua, siswa-siswi ditarget sudah siap untuk menjalani tes mubaligh di Kediri dan Kertosono selama 3 bulan. Di kelas tiga, porsi pembelajaran akademik Kibi akan diperbesar karena ia ditarget bisa masuk perguruan tinggi favorit untuk melanjutkan pendidikannya.

Sekilas, biaya yang harus dikeluarkan Hasby terlihat besar, yaitu uang masuk Rp 11,5 juta dan uang bulanan Rp 2 juta. Tetapi uang tersebut sudah termasuk biaya sekolah, makan, tempat tinggal, dan laundry.

Yang penting bagi Hasby adalah kualitas pendidikan anaknya, maka biaya tersebut bukanlah masalah baginya. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya cukup lengkap. Seluruh ruangan, termasuk kamar-kamar siswa, dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC). Setiap siswa baru mendapatkan kasur baru yang nyaman dan bersih.

SABS tidak hirau dengan kesehatan murid-muridnya. Meskipun tinggal bersama, tetapi sanitasi dan iklim sehat tetap dijaga, sehingga tidak ada penyakit scabies (gatal-gatal, atau terkadang disebut lajaroma) yang menimpa siswa.
Hasby merasa biaya yang dikeluarkannya sebanding dengan fasilitas-fasilitas tersebut. Termasuk fasilitas perpustakaan, Multimedia Class, masjid yang luas, kantin, laboratorium, area belajar yang nyaman, lapangan futsal, voli, badminton, dan basket.

Hasby suka dengan penerapan teknologi pendidikan yang diterapkan di dalam kelas. Contoh kecil, ketika ujian dilakukan, seluruh siswa akan sibuk di depan laptop-nya masing-masing untuk mengerjakan soal-soal secara online. Masing-masing tidak bisa mencontek, karena nomor soal sudah diacak, juga dengan pilihan jawabannya. Akses dalam menjawab soal dibatasi hanya dua jam. Setelah itu, siswa tidak dapat lagi melihat soal. Beberapa detik kemudian, skor langsung muncul di layar laptop masing-masing siswa. Mereka akan langsung mengetahui, apakah perlu melakukan remedial atau tidak.
Hasby juga suka dengan pendidikan entrepreneur yang sudah ditanamkan sejak masuk SABS. Terdapat mata pelajaran entrepreuneur aplikatif yang wajib diikuti siswa seminggu sekali. Di kelas 1, siswa diberikan teori dan motivasi yang kuat untuk berbisnis, Marketing, serta studi kasus bisnis, ditambah lagi studium general dua bulan sekali yang diisi oleh praktisi usaha yang sukses.

Di kelas 2, siswa diminta untuk membuat business plan dan langsung praktek doing business dengan target harus untung. Penanggung jawab mata pelajaran kewirausahaan ini adalah seorang pengusaha yang terbiasa mengajar, sehingga sudah mengetahui betul tentang dunia usaha.
Hasby semakin mantap memasukkan anaknya ke SABS setelah mengetahui bahwa pendidikan agama dan 6 karakter luhur yang akan ditanamkan begitu mendalam. Baru masuk saja, siswa-siswi diberikan training 6 karakter luhur selama 3 hari penuh. Tentu, sebelumnya training serupa telah diberikan kepada seluruh pegajar SABS.

Training tersebut hanyalah teori dan fundamen dasar, nilai-nilai 6 karakter luhur akan dimasukkan dalam kehidupan berasrama dan bersekolah sehari-hari sampai mendarah daging. Setelah lulus, secara tidak sadar, murid sudah mengaplikasikan 6 karakter luhur dalam kehidupannya sehari-hari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewajiban Bersyukur

Tri Sukses Generus LDII

Perjalanan Ibadah Tawaf dan Umroh